VIVAnews - Sejumlah operator GSM telah mengantisipasi implementasi dari 4G LTE (long-term evolution) sebagai generasi keempat dari standar nirkabel selular. Bahkan, beberapa operator telah menggelar uji coba LTE di Tanah Air.
Selain LTE, 4G juga menawarkan teknologi lain bernama WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) di Indonesia. Jika LTE masih tahap uji coba, WiMAX sudah digelar secara resmi oleh Sitra WiMAX, unit perusahaan First Media, sejak bulan Juni silam.
Lalu, teknologi 4G yang mana yang cocok untuk Indonesia? Keduanya bisa berjalan bersamaan. Dalam perjalanannya, pengguna bisa menentukan teknologi mana yang lebih cocok dan terbaik dan mampu memenuhi kebutuhan mereka.
Jika sesuai jadwal, LTE diperkirakan akan matang sekitar satu-dua tahun mendatang. Menurut Heru Sutadi, anggota Badan Regulasi Teknologi Indonesia (BRTI), ada beberapa isu teknis yang saat ini menjadi kendala bagi regulator untuk menggelar teknologi 4G, terutama frekuensi.
"Dari uji coba yang sudah berjalan, alokasi frekuensi yang dipakai adalah di 2.3GHz. Nah, ini masih dikaji dan dievaluasi. Belum tahu apakah nantinya benar-benar akan menggunakan sisa frekuensi di 2.3GHz," kata Heru pada wartawan di sela acara demonstrasi LTE Ericsson di kantornya, Jakarta, Selasa 14 Desember 2010.
"Nanti kalau tidak cocok, bisa di-switch ke beberapa frekuensi lain, misalnya ke 2.6GHz. Karena teknologi LTE cukup fleksibel," tandasnya. Sayangnya, spektrum frekuensi 2.6GHz saat ini masih dikuasai Indovision.
"Namun, meski dikuasai, bukan berarti frekuensi tersebut tidak menjadi kandidat yang prioritas. Kami tunggu hasil evaluasi nanti," imbuh Heru.
Ada beberapa kandidat frekuensi lain yang bisa dialokasikan untuk LTE, termasuk 1.8GHz, 900MHz, dan 700MHz. Untuk 1.8GHz, dimungkinkan jika dilakukan refarming teknologi 2G dan 3G sebelumnya, hanya kocek investasinya yang keluar akan jauh lebih besar.
Sedangkan frekuensi 700MHz masih ditempati oleh sejumlah penyelenggara siaran televisi free to air nasional, yang mana frekuensi tersebut baru bersih pada 2018 setelah semua TV nasional bermigrasi ke kanal TV digital.
Frekuensi manakah yang cocok dialokasikan untuk LTE di Indonesia? Menurut Heru, frekuensi 2.3GHz adalah frekuensi yang paling mungkin. Meski sudah terpakai 30MHz untuk teknologi WiMAX 16.d Sitra WiMAX, operator masih bisa mengoptimalkan sisa frekuensi 60MHz lagi.
"Sebetulnya, alokasi sebesar 20MHz untuk kebutuhan LTE di tahap awal sangat cukup. Itu bukan alokasi yang sedikit. Cuma, ini kan masih dikaji," tutur Heru.
Sebagai perbandingan, India dan China telah menggelar LTE secara komersial lebih dulu di frekuensi 2.3GHz. Teknologi yang dipakai adalah TDD (Time Division Duplex)-LTE. Studi di dua negara tersebut dengan karakter yang mirip dengan Indonesia, menurut Heru, bisa menjadi contoh.
Demikian perkembangan LTE. Bagaimana dengan implementasi WiMAX? Sampai sejauh ini, satu-satunya operator yang menggelar WiMAX di Tanah Air baru Sitra WiMAX yang memanfaatkan teknologi WiMAX 16.d. Kabarnya, First Media menginvestasikan kocek sebesar 350 juta dollar AS untuk mengembangkan layanan Internet nirkabel berkecepatan tinggi berbasis teknologi Wimax hingga 10 tahun ke depan.
Sekadar diketahui, teknologi 4G WiMAX sendiri bisa dibagi tiga bagian generasi, yaitu:
- WiMAX 16.d, atau sering disebut WiMAX nomadic dengan mobilitas terbatas hingga kecepatan 70 Mbps
- WiMAX 16.e, merupakan WiMAX mobile dengan mobilitas tinggi hingga kecepatan 144Mbps.
- WiMAX 16.m, WiMAX mobile dengan mobilitas tertinggi sementara ini hingga kecepatan 1Gbps.
Heru mengatakan, banyak opsi untuk perkembangan 4G WiMAX. Apakah kita tetap mengacu pada teknologi WiMAX 16.d? Transformasi dari 16.d ke 16.e? Atau, biarkan keduanya berjalan bersamaan? Sangat banyak kemungkinan dan pertimbangan. "Sebab itu, kami harus menggodoknya sampai benar-benar matang. Untuk 16.e, siapa vendornya? Kalau baru satu-dua, lelang sulit dilakukan," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar